Dunia terasa tidak adil bagiku. Aku sudah capek dengan semua
ini,ternyata semua cowok sama saja. Aku ingin melupakan semuanya dan melakukan
aktifitasku sehari-hari tanpa seorang pacar.
Drrrttt.... hp ku bergetar tanda ada pesan masuk.
To: Ghea
Malam, apa kbr?
Hatiku berdesir membaca SMS itu. Reno? Ternyata dia masih ingat
denganku? Aneh kanapa aku senang sekali.
To: Reno
Baik
To: Ghea
Kok gitu doang sih jawabnya? Kamu nggak mau tahu kabar aku gimana?
Tidak kali ini aku harus menjaga perasaanku, aku tidak boleh
termakan kata-kata manisnya lagi. Lukaku masih belum kering.
To: Reno
Kamu gimana kabarnya?
To: Ghea
Baik juga, gimana sekolahmu?
To: Reno
Lancar, kamu?
To: Ghea
Ya gitu deh. Besuk ada acara nggak? Ketemuan yuk?
To: Reno
Boleh, dimana?
To: Ghea
Beneran mau? Di tempat biasa kita ketemuan J
To: Reno
Ok
Aku mau menerima ajakannya bukan apa-apa aku hanya tak ingin
memutuskan hubungan pertemananku dengannya. Walaupun sejujurnya aku masih ada
perasaan untuk Reno. Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku langsung ke
sungai tempat dimana kita dulu ketemuan. Ternyata dia sudah disana.
“Hei,” sapanya. Aku
hanya membalas dengan senyuman, tidak seperti biasanya aku duduk agak jauh dari
Reno. Kami berbincang-bincang biasa, aku kangen sama dia kangen banget walau
dia sering menyakitiku tapi entah mengapa aku mudah memaafkan kesalahannya.
Tiba-tiba dia mendekat dan memegang tanganku.
“Ghe...gue masih sayang sama lo, gue tahu gue salah tapi gue nyesel
udah ngelakuin itu. gue pengen..kita kembali lagi kayak dulu,”
ucapnya. Aku melepaskan tanganku dari genggamannya.
“Sorry, Ren..gue nggak
bisa.”
“Lo udah nggak ada perasaan lagi sama gue?”
“Nggak gitu, Ren,” aku
bingung gimana menjelaskan semuanya pada Reno.
“Ren, aku pengen fokus dulu ke sekolah, dan aku pikir pertemanan
jauh lebih baik bukan untuk kita? Mantan pacar emang ada tapi mantan teman?
Nggak akan pernah ada, Ren.”
“Tapi Ghe, gue sayang sama lo,”
ucapnya sekali lagi dan kembali memegang tanganku, kemudan aku kembali menarik
tangan ku.
“Ren, udahlah. Lo juga harus raih cita-cita lo, kita harus
membahagiakan orang tua. Kalau kita ditakdirkan untuk bersama aku yakin Tuhan
pasti memberikan waktu yang tepat untuk kita bersama lagi, tapi yang jelas
bukan sekarang,” aku tersenyum padanya.
Berat mengucapkan kata-kata itu karena sebenarnya aku juga masih
sayang Reno. Tapi aku sudah memantapkan hati untuk tidak kembali padanya.
Pertemanan jauh lebih baik untuk kami saat ini. Komunikasi kami juga baik sejak kejadian hari itu malah semakin
dekat tapi ya hanya sebatas teman. Entah mengapa perasaanku pada Reno berbeda.
Tidak peduli aku berpacaran dengan siapapun perasaan ini akan selalu ada dan
aku sendiri juga tak tahu mengapa. Memaafkan Dika sangat sulit untukku tapi
memaafkan Reno semudah membalikkan telapak tangan. Haahh.... cinta memang aneh.
Aku dan Reno sepertinya Tuhan telah mentakdirkan kami seperti ini. Perhatian
yang Reno berikan tak pernah putus, semakin Reno memberikan perhatiannya
semakin aku menebalkan benteng agar tidak terpikat lagi, karena aku sudah nyaman
berteman dengannya. Aku tidak mau putus komunikasi dengan Reno. Ku nikmati semua
ini dengan ikhlas, karena aku yakin Tuhan telah mempersiapkan sesuatu yang indah
untukku dan juga untuk Reno. Kalaupun kelak kami tidak berjodoh itu bukan
masalah untukku, aku bursyukur Tuhan telah memberikan seseorang yang spesial
dalam hidupku. ‘Cinta tak harus memiliki’ aku setuju dengan pernyataan itu. Mungkin
untuk sebagian orang kata-kata itu tedengar naif. Tapi ketika kita cinta pada
seseorang dan kita sudah berusaha untuk mendapatkannya tapi jika takdir berkata
lain apa yang bisa kita perbuat? Nothing. Karena itulah aku puas dengan
pertemanan yang kami jalani saat ini, hubungan yang jauh lebih indah dari
berpacaran. Terima kasih untuk semua yang telah kau torehkan dalam buku diary
kehidupanku.
hmhm.. -_- ga habis pikir aku Fi dengan ceritane. amazing. :D
BalasHapus*Mr. R
Iya, makasih,.
BalasHapusOh, ini karyanya Fifi Tiara Miftachul Janah..