Kawan, ini adalah sebagian kecil karyaku bersama "Pena
Biru". Tim penulis yang beranggotakan Aleya (Asmaul Hidaya), Fifi Tiara
(Fifi Tiara Miftahul Janah), Tasmeera E. B. (Fuadati Mushaffa), dan Lathifa Za
(aku sendiri). Aku menemukan kebersamaan dengan mereka sejak aku masih duduk di
bangku kelas 2 SMA. Masih dini memang, tapi kami yakin bahwa suatu hari kami
akan membuat mimpi kami menjadi seorang penulis menjadi kenyataan.
Yang satu ini adalah cerpen (cerita pendek) hasil karyaku dan Fifi
Tiara. Kami menuliskan kisah ini secara estafet saat mata pelajaran ketrampilan
otomitif berlangsung hari ini. Agar tidak merasa kantuk, aku dan Fifi mencoba
hal baru dengan menulis cerpen estafet pada selembar kertas hasil meminta
teman. Ingin tahu hasil keusilan kami? Ini dia..
Siang ini matahari sedang gencar-gencarnya memanaskan bumi.
Membuatku malas dengan yang kulakukan saat ini. Mata pelajaran otomotif yang
sebenarnya tak satupun kupahami, harus kuikuti demi beberapa angka tanda
prestasi. Untungnya ada dia disini. Faisal, teman sekelasku yang telah lama
menjadi bagian dunia khayalku.
Saat mataku sudah mulai panas, biasanya aku selalu mencuri pandang kearahnya. Ya, seperti saat ini. Dia tengah tertawa renyah mendengar lelucon Pak Hendra yang menurutku tak menggelitik sedikitpun. Bel berbunyi, tanda pelajaran telah usai.
Saat mataku sudah mulai panas, biasanya aku selalu mencuri pandang kearahnya. Ya, seperti saat ini. Dia tengah tertawa renyah mendengar lelucon Pak Hendra yang menurutku tak menggelitik sedikitpun. Bel berbunyi, tanda pelajaran telah usai.
"Hah... finally," batinku girang.
"Ca...!" panggil seseorang ketika aku hendak kembali ke
kelas.
"Ya, apa?" jawabku sekenanya.
Aku terbiasa cuek dengan sekelilingku. Namun, apa hendak dikata
bahwa ketika kubalikkan badan dan melihat sosok di belakangku, Faisal. Ia
memanggilku.
"Nih, bukumu ketinggalan,"
Rasanya ada petir yang menyambar ketika Faisal menyerahkan buku itu.
Tak masalah jika itu hanya diktat atau buku tulis biasa, tapi ini buku
keramatku, diaryku.
"Tuhan... Semoga ia tak membukanya," aku memanjatkan doa
seketika.
Tak ada kata yang kutemukan dalam otakku untuk menjawabnya.
Akhirnya, kuraih buku diaryku dan segera mengambil langkah seribu.
Napasku terengah saat tiba di kelas. Kududukkan tubuhku dan
kuteguk air mineral di hadapanku. Rasanya hilang sudah mukaku. Bagaimana nanti
saat Faisal masuk kelas dan menatapku? Oh My God!Ternyata senua kemungkinan
buruk yang kupikirkan tak terbukti.
-o0o-
Tak seperti biasa, setelah shalat maghrib aku segera masuk kamar
dan menyiapkan pelajaran untuk esok hari. Keningku berkerut ketika menemukan
secarik kertas terselip di buku catatanku.
"Sabtu, pulang sekolah di Ceris Cafe".
Hanya satu kalimat dan itu sudah cukup membuatku terpana. Untuk
siapakah? Jika untukku, lalu dari siapa? Pertanyaan itu larut dan akhirnya
membawaku dalam tidur malam ini.
-o0o-
Keseokan harinya, aku sudah tak terlalu ambil pusing dengan
perkara semalam. Fokusku kini hanya pada ulangan matematika yang akan kutempuh
pada jam pertama hari ini. Semuanya duduk rapi pada nomer tempat duduk
masing-masing. Baru kutahu, Faisal ternyata sebangku denganku. Ku coba tetap
tenang dan mengontrol kebahagiaanku agar tak tertangkap olehnya.
Ditengah waktu ujian, Faisal sering meminjam penghapus milikku.
Berbagi penghapus dengannya, konyol memang. Kekonyolan bertambah ketika aku
yang sedang sibuk mengerjakan soal dan tanganku berusaha berusaha mencari
dimana penghapusku. Tapi, bukan penghapus yang aku temukan. Melainkan sebuah
tangan yang tak sengaja tergenggam olehku. Tangan Faisal. Kami sama-sama
terkejut dan melihat dalam diam. Namun, sedetik kemudian Faisal mengatakan
sesuatu yang membuatku mengerti satu hal.
"Sepertinya tidak perlu menunggu Sabtu di Ceris Cafe. Aku
juga menyukaimu, Ca.."
Dengan reflek aku menjawabnya hanya dengan sebuah kata tanya,
"Ha..?" seruanku ternyata membuat seisi kelas
mengarahkan pandang kepada kami.
Sekian..
keren. jek sempet2 e wayah pelajaran nggae koyok ngno...
BalasHapusditunggu selanjutnya, kawan